Apakah Screenshot Dapat Diandalkan Sebagai Bukti Elektronik?

Latest Comments

No comments to show.
Screenshot Bukti Elektronik
Blog-Forensik Digital

Kejahatan yang menggunakan sarana perangkat elektronik meninggalkan jejak digital. Tampilan percakapan, gambar video diabadikan dalam bentuk screenshot, yang kemudian dalam banyak kasus, digunakan sebagai bukti elektronik. Namun apakah benar bahwa screenshot cukup andal untuk dijadikan sebuah bukti?

Coba kita lihat dari dasar hukum mengenai bentuk bukti elektronik. Pasal 5 ayat (1) UU ITE menyebutkan “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah”. Sementara pada ayat (2) disebutkan bahwa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia”.

Jelas pasal tersebut merupakan dasar hukum untuk dapat diterimanya screenshoot sebagai bukti. Screenshoot merupakan dokumen elektronik yang dihasilkan dari kegiatan meng-capture tampilan layar perangkat elektronik, baik komputer atau telepon selular. Begitu pula hasil cetaknya. Namun, terdapat aspek teknis yang perlu diperhatikan dalam pembuktian ini.

Pentingnya Forensik Digital

Perlu dipahami bahwa penanganan yang terbaik atas bukti digital adalah melalui forensik digital. Mengapa? Sebab bukti elektronik itu mudah berubah. Perubahan ini dapat disebabkan oleh interaksi pengguna pada perangkat elektronik atau intervensi oleh sistem operasi secara otomatis. Hal ini tentu akan mengurangi keandaalannya sebagai bukti. Prosedur dan metode yang digunakan dalam forensik digital mengedepankan preservasi bukti untuk menjaga integritasnya. Dengan demikian, bukti akan dapat lebih diterima (di pengadilan).

Dari sudut pandang forensik digital, screenshot bukanlah bentuk yang ideal untuk dijadikan bukti. Para ahli forensik digital mungkin akan memiliki jawaban yang berbeda-beda mengenai alasannya. Tetapi mereka akan sepakat apabila menggunakan sumber asli file yang dibuat tangkapan layarnya sebagai bukti yang ideal. Misalnya, dari pada menggunakan screenshot percakapan WhatsApp, lebih baik menggunakan database WhatsAppnya sebagai bukti, sebab dari situlah ditemukan data-data percakapan yang terjadi. Hal ini disebabkan karena secara teknis screenshot memiliki beberapa kelemahan yang membuat keandalannya dipertanyakan.

Salah satu contoh kasus dimana tangkapan layar menjadi perdebatan adalah pada sidang kasus Teddy Minahasa. Pada persidangan tersebut, penuntut umum menampilkan bukti berupa foto layar ponsel yang menampilkan chat antar para pihak. Penasehat hukum terdakwa pada saat itu, Hotman Paris, menyanggah bukti ini sebagai bukti yang tidak dapat diterima. Hal ini karena perolehan bukti tersebut tidak melalui proses forensik digital. Belajar dari hal tersebut, maka apabila ingin menggunakan bukti elektronik pada perkara pidana atau perdata, sebaiknya menggunakan ahli forensik digital.

Kelemahan Screenshoot Sebagai Alat Bukti Elektronik

  • Metadata screenshoot tidak menunjukkan asal file. Hasil screenshot pada umumnya berbentuk file gambar. Setiap ponsel tentu memberi penamaan yang berbeda-beda. Hasil screenshot tidak memiliki metadata yang mencatat dengan apa file tersebut dibuat (dicapture). Hal inilah yang membuat file screenshot untraceable (tidak terlacak). Ketidakjelasan asal usul inilah yang membuat berkurangnya keandalan sebuah bukti.
  • Screenshoot mudah dimanipulasi (edit). Saat ini terdapat banyak aplikasi yang dapat digunakan untuk mengedit atau bahkan membuat screenshot palsu. Terdapat beberapa website yang menyediakan aplikasi untuk membuat percakapan WhatsApp palsu yang dapat diekspor sebagai screenshot.
  • Screenshot tidak disertai dengan dokumentasi lain. Sekali lagi bahwa ketertelusuran asal usul bukti sangat penting. Screenshot tidak menyertakan log atau catatan tentang kegiatan screenshot yang dapat menerangkan bahwa file screenshot benar-benar berasal dari perangkat terkait.

Penggunaan Screenshot Sebagai Bukti Elektronik Yang Tepat

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa penanganan bukti elektronik yang paling tepat adalah dengan forensik digital. Penanganan bukti dengan forensik digital akan menguji file asli sebagai bukti, bukan hasil tangkapan layar. Dalam hal screenshot akan ditunjukkan di muka persidangan, maka idealnya hanya sebagai pelengkap dari hasil forensik digital. Tanpa forensik digital, dalil-dalil yang menggunakan screenshot sebagai bukti akan mudah dipatahkan.

Bagaimana Mendapatkan Bantuan Ahli Forensik Digital?

Masyarakat mengenal ahli forensik digital sebagai bagian dari institusi penegak hukum. Namun sebenarnya terdapat banyak jasa ahli forensik digital yang membuka layanan pengujian forensik digital. Bahkan hingga menjadi ahli di persidangan. Namun, jangan sampai salah pilih ahli. Sebaiknya, menghubungi ahli yang memiliki pengalaman praktis yang panjang. Ahli forensik saat ini tidak hanya terdapat pada instansi Kepolisian, namun tersebar di beberapa instansi pemerintah dan perguruan tinggi. Disarankan agar pengguna jasa memilih ahli yang merupakan praktisi. Bukan berarti akademisi tidak baik, tetapi praktisi forensik digital kesehariannya adalah melakukan pengujian sehingga tentu lebih kaya pengalaman.

Comments are closed